integrasi angkutan umum di Jakarta
dinilai banyak pihak masih sangat terbatas, terutama konektivitas
antara KRL commuter line dengan kendaraan umum lain. Masalah ini dibahas
dalam FGD Mingguan Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) di
Kantor BPMP, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (7/9).
Acara diskusi
ini di antaranya dihadiri perwakilan BPTJ, Kementerian Perhubungan
(Kemenhub), CL Mania, TransJakarta, Masyarakat Pecinta Kereta Api
(Maska), KRL Mania dan sebagainya.
Masih banyak stasiun kereta
api di Jakarta yang kurang memadai dalam hal konektivitas, misalnya saja
soal bagaimana penumpang harus berjalan jauh dari stasiun untuk
menemukan kendaraan umum lain, atau masalah sederhana seperti tidak
adanya petunjuk arah yang menunjukkan jalan menuju halte bus terdekat
dan masih bingungnya warga akan rute yang dilalui setiap transportasi.
Berbagai
solusi mulai dari dibuatnya petunjuk jalan, aplikasi yang dapat
menunjukkan trayek KRL, TransJakarta, dan berbagai kendaraan lain,
sampai ide dibangunnya jalan underground yang dapat menghubungkan satu
gedung dengan gedung lain seperti yang telah diwujudkan di Orchad Road,
Singapura.
"Apa yang disampaikan akan menjadi masukan untuk
menyusun standar pelayanan minimum (SPM) terkait konektivitas," ujar
Direktur Prasarana BPTJ Risal Wasal selaku moderator diskusi.
Mega
Rusnandi, VP Pelayanan PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), mengaku
sangat mendukung rencana integrasi angkutan umum ini. Pasalnya,
integrasi antara KRL dan feeder bus Transjakarta di Tebet yang baru-baru
ini dioperasikan terbukti berdampak positif.
"Kayak di Tebet, setiap hari ada 14 ribu penumpang commuter yang diangkut oleh Transjakarta. Itu sangat positif," ujarnya.
Rusnandi
membenarkan adanya peningkatan jumlah penumpang berkat kemudahan
konektivitas ini. Dia melanjutkan bahwa targetnya, seluruh angkutan umum
yang memungkinkan akan diintegrasikan.
"Hampir sudah berjalan semua tapi setelah Tebet, yang paling dekat Stasiun Duren Kalibata," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar